Sabtu, 24 Agustus 2013

TANPA KEHADIRAN IBU



            Hari ini adalah perayaan hari ibu. Tepat tanggal 22 Desember. Seperti sudah tradisi, seluruh siswa SMP Bhakti sibuk membuat kartu ucapan dan kado untuk ibu mereka masing-masing. Begitu pula dengan siswa-siswi di kelas 8-B. Tetapi, ada seorang siswi yang hanya duduk merenung saja dan tak membuat kartu ucapan seperti teman-teman lainnya. Siswi itu bernama Lili. Dia terlihat sedang bersedih. Karena melihat Lili sedang bersedih, Susi menghampiri Lili.
            “ Hai Lili. Mengapa kau tidak membuat kartu ucapan untuk ibumu?” Tanya Susi
            “ Untuk apa aku membuat kartu ucapan untuk ibuku. Tak ada gunanya. Lagi pula hari ibu tak bisa kurayakan.”
            “ Mengapa kau berkata begitu? Apa kau tidak menyayangi ibumu?”
            “ Tentu saja aku menyayangi ibuku. Tapi, ibuku sudah meninggal beberapa waktu lalu. Aku tak bisa merayakan hari ibu seperti tahun-tahun sebelumnya dan aku tak bisa merayakan hari ibu sepertimu. Hari ibu tanpa kehadiran ibu rasanya hampa. Aku benar-benar merindukan ibu. Setiap kali aku mengingat ibu aku selalu menangis. Mengapa ibu tega meninggalkanku? Apakah ibu tak sayang padaku?” Kata Lili sambil menahan tangis.
            “ Kalau ibumu sudah meninggal, lalu kau tinggal dengan siapa?”
            “ Tentu saja dengan ayahku.”
            “ Oh begitu. Kau masih bisa merayakan hari ibu meskipun tanpa ibumu.”
            “ Bagaimana bisa? Hari ibu tentu saja harus ada ibu.”
            “ Tenang saja. Nanti akan ku beritahu bagaimana caranya. Kau mau tidak?”
            “ Aku tidak yakin.”
            “ Percayalah padaku. Aku akan membantumu. Kau mau atau tidak?”
            “ Baiklah aku mau. Lalu apa yang akan kita lakukan?”
            “ Nanti kita buat kartu ucapan. Tapi dirumahmu saja.”
            “ Baiklah.”
***
            Saat pulang sekolah, Susi tidak segera pulang. Dia pergi ke rumah Lili terlebih dahulu. Sesampai dirumah Lili, Susi memberi tahu bagaimana caranya merayakan hari ibu tanpa kehadiran ibu. Awalnya Lili tak setuju dengan cara Susi. Susi lalu menjelaskan sesuatu pada Lili. Setelah lama Lili mempertimbangkan saran Susi, akhirnya dia mau juga.
            Susi dan Lili sibuk membuat kartu ucapan dan menyiapkan kado. Setelah semua selesai dan terbungkus rapi, Lili memandangi hasil buatannya. Dia terlihat senang sekali. Susi juga merasa lega karena hasilnya tidak buruk.
            “ Terima kasih ya Susi. Kau benar-benar baik sekali. Kau juga pintar.”
            “ Sama-sama. Lain kali kau tak perlu bersedih lagi hanya karena tak bisa merayakan hari ibu.”
            “ Iya. Lain kali aku tak akan bersedih lagi.”
            “ Ya sudah, kalau begitu aku pamit pulang. Ibuku pasti mengkhawatirkanku karena aku tak segera pulang.”
            “ Iya, terima kasih Susi. Hati-hati di jalan ya.”
            “ Ya.”
***
            “ Ibu! Aku pulang… “ Teriak Susi dari luar rumah.
            “ Ya ampun Susi, kau dari mana saja? Ibu benar-benar khawatir karena kau tak segera pulang.”
            “ Maaf bu, tadi Susi mampir kerumah teman untuk membantunya.”
            “ Memang ada masalah apa?”
            “ Ada deh.” Kata Susi sambil mengedipkan sebelah matanya.
            “ Selalu main rahasia.” Kata ibu Susi.
            “ Oh iya, selamat hari ibu. Susi sayang sama ibu.”
            Susi mengeluarkan kado dan kartu ucapan dari tasnya dan memberikannya pada ibu. Ibu Susi tersenyum dan memeluk erat Susi.
            “ Terima kasih Susi. Ibu tak butuh kartu ucapanmu dan kadomu. Yang ibu butuhkan hanyalah keberadaanmu di sisi ibu. Ibu sudah cukup bangga memiliki anak sepertimu.” Kata ibu Susi.
            “ Sama-sama ibu. Susi juga bangga punya ibu yang baik sekali. Apalagi masakan ibu yang super enak.” Kata Susi sambil nyengir.
            “ Bilang saja kalau kamu lapar. Ayo masuk, ibu sudah buatkan makanan kesukaanmu.”
            “ Asik…” Kata Susi, lalu mereka masuk ke dalam rumah.
***
            Saat sore hari, di rumah Lili, Lili sedang sibuk menyapu lantai rumahnya. Lalu, ayah Lili datang dengan membawa kantung plastik. Terlihat ayah Lili kelelahan sehabis bekerja. Ayah Lili berangkat dan pulang kerja hanya jalan kaki. Wajar saja kalau terlihat lelah.
            “ Ayah sudah pulang? Apa yang dibawa ayah?”
            “ Ini ayah belikan makanan kesukaanmu. Biasanya kalau hari ibu kau selalu ingin makan makanan kesukaanmu kan?” Lalu ayah menyerahkan kantung plastik itu pada Lili.
            “ Terima kasih ayah. Oh iya, Lili juga punya sesuatu untuk ayah. Sebentar ya.”
            Lili berlari ke dalam kamarnya lalu keluar lagi dengan membawa kado dan kartu ucapan yang tadi telah dibuatnya bersama Susi.
            “ Selamat hari ayah.” Kata Lili sambil menyodorkan kado dan kartu ucapannya.
            Ayah Lili membaca tulisan di kartu ucapan yang berbunyi ‘ Selamat hari ayah. Lili sayang sama ayah. I love you Ayah.’ Ayah Lili benar-benar terharu karena baru kali ini dia menerima kado dan kartu ucapan dari anaknya. Yang dia tau Lili hanya menyayangi ibunya dan tak pernah mempedulikannya.
            “ Maafkan Lili ayah karena Lili tak pernah mempedulikan ayah. Padahal selama ini ayah yang selalu menghibur Lili kalau Lili sedang sedih.” Kata Lili sambil menunduk.
            “ Tidak apa-apa Lili. Ayah tahu kau sangat menyayangi ibumu. Wajar saja seorang anak menyayangi ibunya karena sejak dalam rahim, anak lebih dekat dengan ibunya. Benar kan? Terima kasih ya Lili, ayah benar-benar senang sekali mendapat hadiah dari anak ayah.”
            “ Sama-sama ayah.” Kata Lili sambil tersenyum.
            Lili dan ayahnya berpelukan. Lili menangis di pelukan ayahnya karena terharu. Baru kali ini dia benar-benar merasa dekat dengan ayahnya. Selama ini dia seperti menjaga jarak dengan ayahnya sendiri.
            “ Eh, tapi ngomong-ngomong kenapa jadi hari ayah?” Tanya ayah Lili.
            “ Tadi teman Lili yang memberi saran pada Lili. Dia bilang seperti ini pada Lili.”
#Flashback
            “ Sekarang apa yang akan kita lakukan?” Tanya Lili.
            “ Membuat hari ibu menjadi hari ayah.”
            “ Bagaimana mungkin hari ibu menjadi hari ayah?”
            “ Tentu saja mungkin. Karena ibumu sudah tiada, tentu saja ayahmu yang menggantikan posisi ibumu dirumah ini. Mungkin kau tak menyadari itu. Karena itu kita buat hari ibu menjadi hari ayah.”
            “ Aku tidak mau!” Kata Lili.
            “ Kenapa?”
            “ Aku tak pernah dekat dengan ayahku.”
            “ Justru ini cara tepat agar kau bisa dekat dengan ayahmu. Ibumu tak butuh dengan perayaan hari ibu. Kau bisa mendoakan ibumu agar ibumu tenang di alamnya sebagai kado untuk ibumu. Lagipula ibumu meninggal bukan karena dia tak menyayangimu, itu karena memang sudah waktunya ibumu meninggal. Dimana ada kehidupan disitu juga ada kematian. Dan semua itu Tuhan yang telah menentukannya. Kita tak bisa melawan takdir. Jika kau terus bersedih karena kehilangan ibumu, ibumu juga akan sedih. Dia tak akan tenang disana karena merasa bersalah sudah meninggalkanmu. Ibumu akan tersiksa kalau terus melihat anaknya bersedih. Kau tak ingin ibumu tersiksa hanya karena kau bersedih kan? Aku memang tak pernah merasakan kehilangan ibu. Tapi aku memahami bagaimana perasaan ibu yang tersiksa kalau melihat anaknya bersedih hanya karena dia tinggalkan.” Kata Susi.
              Apakah ibu juga bersedih di alam sana?”
            “ Tentu saja ibumu akan sedih kalau kau sedih. Tapi ibumu akan bahagia kalau kau bahagia. Kau ingin ibumu bersedih?”
            “ Tidak. Aku ingin ibu bahagia.”
            “ Kalau begitu kau jangan sedih. Kau tak perlu merasa kehilangan ibumu. Selama kau masih mengingat ibumu di dalam hatimu, ibumu akan tetap berada disisimu. Kau mungkin tak bisa melihatnya, tapi dengan hatimu kau bisa merasakan kehadirannya.” Kata Susi.
            “ Ehm… Baiklah. Untuk ibuku, aku akan berusaha agar tak bersedih lagi. Aku juga akan selalu mendoakan ibuku agar ibuku bahagia.” Kata Lili dengan semangat.
            “ Tapi, apa aku harus dekat dengan ayah?” Tanya Lili.
            “ Tentu saja. Selama ini ayahmu yang menemanimu. Ayahmu juga bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhanmu. Apa kau tak merasa iba pada ayahmu? Dia sudah berjuang keras untuk berada disisimu sementara kau tak mempedulikannya. Ayahmu juga manusia yang punya hati. Mungkin dia sakit hati kalau kau tak menganggapnya ada. Bagaimanapun juga itu ayahmu. Ayahmu pasti menyayangimu.” Kata Susi.
            “ Tapi, menurutku ayah tak pernah sakit hati. Nyatanya dia selalu bersikap biasa saja padaku.” Kata Lili.
            “ Mungkin dia tak ingin kau tahu kalau dia sedih. Cobalah sekali-kali kau memberikan perhatian padanya. Aku yakin dia akan senang. Cobalah sekali ini saja.”
            “ Baiklah, aku akan mencobanya. Semoga aku bisa.” Kata Lili.
#End Flashback
            “ Oh, jadi ini saran dari temanmu. Pintar juga dia. Ayah harus berterima kasih padanya karena sudah membuat anak ayah menjadi perhatian pada ayah.” Kata ayah Lili sambil tersenyum.
            “ Iya ayah. Susi memang anak yang baik. Dia juga anak yang bijak.”
            “ Ayo kita makan dulu. Ayah sudah lapar.”
            “ Iya.”
TAMAT

Rabu, 01 Mei 2013

PERBEDAAN



                Di malam yang sunyi terlihat seorang gadis sedang duduk merenung di teras rumahnya sambil menatap bintang yang bertaburan di langit dan bulan yang sedang bersinar penuh. Gadis itu hanya mengenakan pakaian santainya. Sesekali dia bergumam atau bersenandung kecil. Wajahnya tampak sedang bersedih.
                Lalu dari dalam rumahnya muncul seorang gadis yang kira-kira seumuran dengan gadis itu. Dia duduk disamping gadis yang sedang merenung itu.
                “ Hai Candra. Sedang apa kau disini? Kau terlihat lesu begitu. Apa kau capek?” Sapanya.
                “ Tidak. Aku tidak capek.” Jawab gadis yang bernama Candra itu.
                “ Lalu kenapa? Apa kau baik-baik saja?”
                “ Aku tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.”
                “ Apa kau sedang sedih?”
                “ Tidak. Aku tidak sedih.”
                “ Kali ini kau tidak bisa membohongiku. Kau sedang sedih. Benar kan? Mengapa kau tak cerita saja padaku. Aku bersedia untuk mendengarkanmu.” Tanyanya sambil mengernyitkan dahi.
                Candra menarik napas panjang dan diam sejenak. Lalu dia mulai bicara.
                “ Aku kesepian kak.”
                Kakak Candra menaikkan sebelah alisnya. Dia bingung dengan maksud adiknya.
              “ Bagaimana kau bisa merasa kesepian? Selama ini yang aku tahu kau punya banyak teman. Bahkan aku juga tahu kau punya banyak pacar. Bagaimana bisa kau merasa kesepian?”
               “ Itulah yang dikatakan semua orang padaku. Mereka hanya melihatku sekilas. Mereka tak melihat keadaanku yang sebenarnya. Ada beberapa yang tahu bahwa aku kesepian. tapi tak ada yang menghiburku. Menghampiriku pun tidak.” Kata Candra sambil menahan air matanya.
                “ Bagaimana kalau aku buatkan teh. Kau mau? Agar saat kau bercerita kau juga bisa tenang.”
               Candra hanya mengangguk lesu. Kakak Candra segera masuk kembali. Beberapa menit kemudian kakak Candra membawa dua gelas teh hangat dan sekotak tisu. Candra mengambil segelas teh nya lalu meminumnya sedikit dan meletakkannya kembali.
                “ Lanjutkan ceritamu.” Kata kakak Candra.
                Candra menarik napas lagi dan mulai bercerita. “ Entah mengapa aku merasa sendirian. Guruku pernah bercerita bagaimana orang yang merasakan kegelapan karena buta dan keheningan karena tuli tetapi mereka bahagia. Sementara aku? aku tidak tuli tapi tak ada yang kudengar. Aku bagaikan kesepian dalam keramaian. Aku mendengar suara tetapi suara itu bukan ditujukan untukku. Rasanya benar- benar hening dihati ini.”
                “ Dulu, aku juga merasa kesepian. aku iri dengan anak yang selalu populer. Terkenal di sekolah, di kalangan guru-guru dan punya banyak teman. Kuamati dia bagaimana dia bisa seperti itu. Aku mencoba untuk mendekatinya. Ternyata dia bisa seperti itu karena cantik dan fashionable. Selain itu dia juga pintar. Tentu saja aku tak bisa menirunya. Sulit bagiku untuk fashionable seperti dia. Seluruh tabunganku bisa habis hanya untuk membeli pakaian, aksesoris dan make up yang sebenarnya takkan pernah kupakai karena aku tak nyaman. Aku juga tak bisa menjadi pintar seketika karena untuk menanggapi pembicaraan orang saja butuh waktu lama.”
                “ Aku mencari tahu bagaimana dia bisa sepintar itu. ternyata orang tuanya adalah guru. Belum lagi dia juga ikut les di tempat les yang terkenal. Aku tak bisa ikut les seperti itu karena biaya yang mahal. Lagi pula lebih baik aku bermain atau dirumah saja daripada belajar seperti itu.”
                “ Saat bergaul dengan mereka aku juga kesulitan beradaptasi. Yang membuatku sulit karena mereka membicarakan tentang fashion. Aku memang mengerti tentang fashion. Tapi bagiku itu tak menarik sama sekali untuk dibahas. Belum lagi aku juga tak terlalu mengerti tentang itu. Aku memang leih suka simple. Banyak yang bilang kalau aku cewek tomboy. Dan seharusnya cewek tomboy bersama anak laki-laki. Aku mencoba dekat dengan anak laki-laki. Kau tahu apa yang terjadi?”
                “ Mereka menganggapku cewek aneh. Seharusnya cewek itu berteman dengan sesame ceweknya. Mereka menganggap cewek itu manja, cengeng, genit, dan lemah. Cewek tidak bisa bermain sepak bola. Cewek tidak bisa diajak ngobrol tentang game atau hal-hal cowok. Kuakui aku memang tidak suka sepak bola dan aku tak mengerti tentang game. Tapi setidaknya mereka sama-sama suka anime sepertiku. Tidak ada cewek lain di sekolahku yang suka anime selain aku. Dan para laki-laki itu meninggalkanku.”
                “ Beruntung aku bisa memiliki beberapa sahabat. Meskipun tak banyak tapi mereka sahabatku. Tapi sayangnya. Saat aku sempat berbeda pendapat dengan mereka, aku hanya bisa diam. Kadang aku tahu yang mereka lakukukan itu salah. Tapi aku tak bisa mengatakan pada mereka kalau itu salah. pernah aku mengatakannya pada mereka bahwa ada hal yang mereka lakukan itu salah. Mereka marah padaku selama berhari-hari. Sejak itu aku hanya bisa diam saja.”
                “ Aku juga pernah dijauhi teman-teman sekelas hanya karena aku menyukai lagu-lagu jepang dan menyukai anime. Padahal aku tahu diantara mereka ada yang suka anime dan tentu saja itu cowok. Tapi mereka menganggapku orang aneh yang harus dijauhi. Tak segan-segan mereka mengejekku dan memperlakukanku tak adil. Pernah aku sampai menangis di depan mereka karena aku tak bisa menahan rasa kecewaku pada mereka. Mereka bilang kalau mereka peduli padaku. Tapi saat d belakangku mereka masih tetap mengejekku. Mereka bilang aku cengeng. Hanya karena masalah itu saja aku sampai menangis. Aku tak tahu harus seperti apa lagi. Mereka juga pernah bilang aku harus terbuka pada mereka agar aku tak kuper. Aku mencoba dekat dengan mereka. Tapi mereka tetap menganggapku makhluk asing.”
                “ Ada juga yang bilang padaku kalau ingin punya banyak teman lebih baik di dunia maya saja. Anak-anak di dunia maya lebih asyik daripada di dunia nyata. Aku mencoba membuat akun facebook. Tapi nyatanya sama saja. Aku sudah menemukan anak-anak yang memiliki kesukaan yang sama. Tapi aku serasa anak kuper karena mereka membicarakan hal yang tak kumengerti. Seperti menggunakan bahasa jepang. Atau mereka berbicara tentang teknologi atau apapunlah itu yang tak kumengerti. Aku berusaha belajar sedikit-sedikit. Yang membuatku sedih adalah mereka begitu dingin padaku. Aku mencoba ramah sama seperti yang lain. Yang menggunakan banyak emoticon, atau apalah. Tapi tetap saja sama dengan dunia nyata.”
                “ Lalu ada yang bilang kalau mau terkenal banyak-banyak update status. Cewek itu pasti banyak yang nge-add. Statusnya banyak yang ngelike. Fotonya juga banyak yang komen. Aku sudah mencoba semuanya. Dan nyatanya yang ngelike juga Cuma yang benar-benar kenal aku. yang komen juga Cuma satu orang. yang nge-add Cuma akun-akun toko online. Ada juga yang bilang kalau punya twitter itu termasuk anak gaul.”
                “ Kuturuti juga buat twitter. Tapi nyatanya juga sama saja. Bahkan aku seperti di abaikan. Jumlah Following lebih banyak dari followers. Kalau ada yang sudah ku follback, mereka unfollow aku. jadi terlihat aku yang jadi fans mereka. Bagiku itu lebih kejam karena tak diperlakukan seperti teman. Mereka bukan mencari teman tetapi mencari fans.”
                  Di sekolahku, ada kelompok-kelompok. Ada kelompok anak-anak yang dibilang nakal. Kalau aku bergabung di kelompok itu, mereka menganggapku aneh. karena mereka menganggap aku adalah anak culun baik-baik yang gak akan ngerti tentang mereka. Aku juga mencoba bergabung dengan kelompok anak-anak yang terkenal alim-alim. Yang mereka bicarakan kebanyakan tentang mitos-mitos. Tentu saja aku tak menyukai mitos karena bagiku itu tak masuk akal. Ada juga kelompok anak lesbi. Bagi mereka aku orang yang harus diwaspadai karena mereka takut aku mengatakan pada orang lain kalau mereka lesbi. Ada juga kelompok yang di bilang modern. Mereka membahas barang-barang elektronik yang terbaru dan aku sama sekali tak mengerti tentang itu. Aku membeli barang elektronik bukan karena mengikuti tren. Tapi karena kebutuhan.”
                “ Para mantan pacarku juga begitu. Mereka mempermainkanku lalu meninggalkanku dan merendahkanku. Mereka menganggap aku itu bodoh, tak pantas memiliki teman, tak pantas untuk dicintai, aku sangat jelek dan buruk. Banyak hal yang tak baik padaku. Aku berkali-kali bilang bahwa aku juga manusia. Aku sama dengan mereka. Perbedaanku hanya di fisik. Tapi mereka selalu menganggapku rendahan. Aku tak tahu lagi harus bagaimana. Cinta seharusnya tak seperti itu. Mereka tak mencintaiku.”
               
                “ Aku mengerti seharusnya kita bisa menerima perbedaan. Perbedaanlah yang membuat hidup ini semakin berwarna. Tapi yang tak bisa kumengerti adalah perlakuan mereka padaku. Sempat aku menjadi juara di kelasku. Ada yang menganggapku terlalu hebat sampai-sampai mereka menganggap aku tak sebanding dengan mereka. Aku senang dipuji. Tapi mereka memperlakukanku seperti orang besar yang harus selalu disanjung. Ada juga yang sinis padaku. Mereka menganggap bahwa seharusnyalah mereka yang juara dan bukan aku. aku sampai bingung, dulu temanku yang juara langsung mendapat banyak teman. Aku justru tidak ada teman.”
                “ Aku sampai bingung harus bagaimana lagi. Banyak sekali perbedaan. Aku seperti diasingkan. Sering aku menyendiri dan bersedih. Mengapa aku selalu sendiri? Setiap malam aku hanya bisa mencurahkan hatiku pada bulan. Lama-lama aku seperti orang gila kak. Tapi tentu saja aku tak gila.”
               
Candra mengakhiri ceritanya dengan berlinangan air mata. Dia meminum teh yang sudah mulai dingin. Kedua gadis itu hanya diam seribu bahasa. Tak ada satupun yang berbicara.
               
“ Maaf kak kalau ceritaku tak berurutan. Yang kuceritakan adalah semua yang ingin kucurahkan. Mungkin karena sudah terlalu lama kusimpan di hati sampai keluarnya pun tak terkendali. Mungkin kakak juga akan berkata sama seperti mereka ‘sabar ya can.’ Hanya itu yang bisa mereka berikan padaku.”

“ Candra. Aku tahu kau memang tak suka hal yang rumit. Bagimu cewek-cewek itu sangat rumit kan? Mereka harus berdandan menggunakan make-up hingga wajah aslinya tertutupi dan mereka seperti menggunakan topeng. Mereka memakai pakaian yang di anggapnya paling modis tapi bagimu itu seperti kain lap karena kainnya yang tipis. Kau lebih suka menjadi dirimu sendiri kan? Tak perlu aneh-aneh seperti merubah bentuk rambut, memakai make up, aksesoris, atau baju-baju yang tak bisa dibuat santai. Aku sendiri suka gayamu yang sederhana. Kau hanya membeli apa yang kau butuhkan. Bukan mengikuti tren. Bagiku pemikiranmu juga bagus. Tapi, ada kalanya kau juga perlu bergaul dengan mereka. Agar wawasanmu lebih luas. Kau bisa belajar dari pengalaman orang lain, baik pengalaman baik maupun buruk. Benar katamu, perbedaan membuat banyak warna. Kau tak perlu bersedih hanya karena itu. Kau tak sendiri candra. Meskipun kau hanya bisa mencurahkan isi hatimu pada bulan. Bulan pasti mendengarkan. Bulan juga makhluk Tuhan kan? Dan benar katamu, aku akan mengatakan bersabarlah. Suatu hari nanti mungkin Tuhan akan memberikanmu teman hidupmu. Tuhan tahu apa yang kau butuhkan. Tetaplah tersenyum Candra.”
              Candra menghapus air matanya dan kembali menatap bulan.
 “ Kak. Kadang aku berpikir apakah bulan tak merasa kesepian sepertiku? Dia bersinar di malam gelap yang dingin hanya untuk menyinari bumi. Apakah dia tak sedih?”
  Kakak Candra tersenyum dan menjelaskan “ Tentu saja dia tak sedih. Karena dia menyinari bumi agar manusia dapat melihat saat malam. Dan bulan tentu saja tidak kesepian karena dia sedang menemanimu. Bulan saja tidak bersedih, mengapa Candra bersedih. Meskipun Candra sendirian, Candra bisa membantu teman-teman Candra kan? Candra bisa membantu teman-teman di sekolah kalau ada yang tidak mengerti tentang pelajaran sekolah. Candra juga bisa memberi saran kalau ada teman yang sedang memiliki masalah. Bulan memang tak bisa seperti bintang yang bersinar seperti berlian, tapi Bulan tak butuh keindahan. Bulan hanya ingin menyinari bumi. Candra juga harus bisa seperti bulan. Bahkan harus lebih baik dari bulan. Candra tidak ingin hanya berdiam diri seperti bulan yang hanya berdiam diri di langit kan?”
 Candra tersenyum dan mengangguk. “ Tapi kak, omongan kakak terlalu rumit.”
“ Hahahaha, tak usah kau hiraukan yang tentang bulan. Yang pasti kau harus lakukan banyak kebaikan untuk dirimu, orang lain, dan makhluk Tuhan. Jangan kau pikirkan tentang bagaimana perlakuan mereka padamu. Kau harus tegar. Tersenyumlah Candina Candra.”
 Candra tersenyum dan bernapas lega. Tiba-tiba Candra merasa tubuhnya terguncang-guncang.
 “ Can.. Candra.. Ayo bangun! Jangan tidur diluar nanti masuk angin.”
 Candra terbangun dan melihat ibunya yang berdiri di depannya. Candra melihat ke meja dan dia tak mendapati gelas-gelas teh yang tadi dia minum. Tiba-tiba dia teringat bahwa dirumah itu dia anak semata wayang. Ternyata Candra tertidur di teras.
 “ Ayo masuk. Kalau tidur di dalam saja jangan di teras. Ibu sampai panik karena tak menemukanmu di kamar.”
 “ Ehm, bu. Arti namaku itu apa?”
 “ Candina Candra itu berarti bulan perak. Bulan benar-benar indah kalau sinarnya berwarna seperti perak. Ada apa kau menanyakan arti namamu?” Kata ibu Candra.
 " Tidak apa-apa bu. hanya ingin tahu saja."
Mereka berdua lalu masuk kedalam rumah sederhananya yang tenang dan penuh kedamaian. Sementara sang bulan tersenyum bahagia karena bisa berbicara dengan Candra meskipun hanya dalam mimpi Candra saja.