Sabtu, 31 Desember 2011

ANGIN


Setiap malam, aku selalu melihat kakakku yang sedang berada di teras. Dia selalu melihat ke langit. Aku tak tahu apa yang sebenarnya dipikirkannya. Kakak juga tak pernah berbicara denganku. Apalagi dia tak pernah bertatap muka denganku. Aku jadi semakin ingin tahu apa yang sebenarnya dipikirkan kakak.
Suatu hari, aku diam-diam mendekati kakak yang sedang melihat ke langit. Dia hanya duduk terpaku, aku heran apakah dia tak merasa lelah jika dia seperti itu. Aku duduk disampingnya dan memegang tangannya. Kakak terlihat hanya biasa saja. Dia memandangku dalam-dalam sampai akhirnya dia kembali menatap ke langit. Aku sedikit kesal dengan sikapnya yang sangat dingin. Padahal, dulu kata ibu, ayah tak pernah bersikap dingin pada siapapun, apalagi ibu. Aku heran kenapa kakak bisa seperti itu.
“ Selamat malam, kak. Sedang apa kakak disini sendirian?” tanyaku dengan lembut. Aku takut membuatnya marah. “ Kalau kau ingin tahu apa yang kulakukan, pejamkan matamu. Kau akan  mendengarkan suaraku.” Jawab kakak dengan sangat singkat. Aku tak tahu apa yang dimaksud kakak. Aku hanya diam saja dan menuruti apa kata kakak. Aku memejamkan mataku dan aku sangat kaget mendengarkan sebuah suara yang amat sangat merdu. Ketika aku membukakan mataku, suara itu tiba-tiba menghilang. Aku memandang kakak yang terus memandang ke langit. Lalu, aku kaget ketika kakak berbicara.
“ Mia, sebaiknya kau masuk saja kedalam. Kau hanya mengganggu saja bagi kami.” Kata kakak. Aku hanya mengangguk dan pergi. Aku heran dengan kakak, disana ‘kan Cuma ada aku, kenapa dia mengatakannya kami dan mengapa aku dibilang mengganggu. Lalu, aku melihat ada seseorang yang sedang memperhatikan kakak. Karena gelap, aku tak dapat melihat wajahnya dengan sangat jelas. Meskipun kakak sedingin itu sebenarnya kakak sangat cantik.
Keesokan harinya aku ingin sekali mendekati kakak. Hanya saja pintu kamarnya tertutup. Aku mengetuk pintunya perlahan. Tak ada jawaban apapun dari dalam.
“ Mia,jangan ganggu kakakmu. Dia tak mau diganggu sama sekali. Lebih baik kau sarapan dulu.” Kata ibu dari belakang.
Aku melihat ibu membawa semangkuk bubur ayam dan segelas teh hangat. Setiap pagi ibu selalu membawanya ke kamar kakak. Aku hanya mengangguk dan pergi meninggalkan ibu yang masuk ke kamar kakak.
Ketika aku dan ibu berada di ruang makan, aku memecahkan keheningan di ruangan itu.
“ Ibu, bolehkah aku bertanya?” tanyaku.
“ tentu saja boleh, memangnya ada apa Mia?” jawab ibu dengan sangat lembut.
“ Mia heran, kenapa kakak tak pernah berbicara dengan kita. Bahkan kalau berbicara itupun sangat singkat. Aku tak bisa memahami perasaan kakak.” Kataku.
“ meskipun begitu, dia juga kakakmu. Tapi, semua yang kau katakan itu benar. Ibu juga sendiri heran apa yang sebenarnya dipikirkan kakakmu. Setiap malam, kakakmu selalu saja berada diluar dan hanya memandang langit dengan tatapan kosong. Seandainya saja ibu bisa mengerti.” Kata ibu dengan sedikit sedih.
Malam ini kakak kembali berada diluar. Aku hanya melihat kakak dari dalam jendela. Lalu, aku melihat ada seseorang yang mendekati kakak dan duduk disebelah kakak. Aku sangat kaget karena itu adalah Brain yang sangat suka aku ikuti karena sebenarnya aku suka dengannya. dia hanya diam lalu memegang tangan kakak. Kakak hanya memejamkan mata dan melepaskan tangannya dari genggaman Brain. Aku baru ingat kalau aku belum memperkenalkan kakak pada Brain. Aku takut nanti Brain mengira bahwa itu aku karena wajah kakak kembar denganku. Lalu, aku membuka sedikit jendela agar aku bisa mendengarkan suara mereka berdua.
“ Selamat malam nona, siapakah nama anda?” tanya Brain dengan sangat lembut dan sok merayu. Itu adalah ciri khas Brain. Kakak hanya memandangnya dalam-dalam dan kembali melihat langit.
 “ apakah kau sedang melihat bulan itu?” tanya Brain.
Kakak hanya diam saja dan tak berekspresi. Brain semakin mendekat dengan kakak. Lalu, tiba-tiba saja kakak melakukan sesuatu yang belum pernah aku lihat yaitu menampar Brain tanpa ekspresi sedikitpun.
 “ Kau hanya mengganggu kami saja dan kau adalah orang yang amat sangat membuatku resah daripada adikku. Kalau kau tak ingin ada badai, sebaiknya kau segera pergi dari sini.” Kata kakak dengan nada yang sedikit terdengar marah. Itu pertama kalinya aku melihat kakak sedikit berekspresi.
Brain terlihat ketakutan dan akhirnya dia pergi. Kakak kembali duduk dan hanya menatap langit. Aku tak bisa mengerti kenapa kakak bisa semarah itu dengan Brain? Aku kembali ke kamar dan tidur. Keesokan harinya aku mendengar suara yang amat sangat lembut yang bukan seperti biasa aku dengar. Tak mungkin itu suara ibu. Suara siapakah itu? Aku membuka mataku dan aku melihat kakak yang duduk disampingku. Aku tak tahu harus melakukan apa.
“ maaf kalau kakak mengganggumu. Kemarin, kau tahu ‘kan kalau Brain datang mendekatiku. Aku tahu kau pasti sedikit cemburu. Kakak tak ingin menyakiti hatimu, hanya saja kakak juga sudah terlanjur jatuh cinta dengan Brain. Hanya saja kakak tak peduli. Oh ya, kakak ingin memberitahumu, Brain akan menunggumu di dekat sungai pukul Sembilan. Jadi, sebaiknya kau segera datang.” Kata kakak. Suara kakak sangat lembut dan senyum kakak yang sangat manis membuatku terpesona.
“ sekarang jam berapa kak?” tanyaku.
“ sekarang sudah jam setengah Sembilan.” Kata kakak.
Aku sangat kaget dan aku cepat-cepat pergi ke kamar mandi. setelah bersiap-siap aku segera berlari. Di jalan aku terus memikirkan kakak. Kenapa firasatku sangta tak enak. Selama aku berbicara dan berjalan-jalan dengan Brain, pikiranku hanya pada kakak. Firasatku benar-benar tak enak. Akhirnya aku memutuskan untuk segera pulang. Aku melihat kakak masih biasa saja. Hanya saja dia mengurung diri didalam kakak dan duduk di depan radio yang sedang berputar. Aku sangat lega melihat kakak meskipun hanya dari jendela luar kamar kakak.
Malam harinya, aku melihat kakak berada diluar. Hanya saja berbeda dari biasanya, dia memejamkan mata. Aku tak tahu apa yang dilakukannya. Keesokan harinya, aku bangun lebih pagi dari biasanya. Aku masih melihat kakak yang berada diluar hingga akhirnya matahari pun terbit. Aku heran karena biasanya kalau matahari telah muncul, kakak akan pergi dari tempat itu dan masuk ke kamarnya.
Ibu datang dan menghampiriku.
“ Mia, apa yang terjadi dengan kakakmu? Kenapa sampai pagi ini dia belum masuk ke kamar?” tanya ibu dengan lembut.
“ aku tak tahu bu. Dia hanya diam saja dan terus memejamkan matanya bu.” Jawabku.
 Aku memegang tangan dan tubuh kakak. “ Ibu, kenapa tubuh kakak sangat dingin?” tanyaku dengan polos.
 Aku juga sedikit khawatir dengan kakak yang lemah itu. Ibu meletakkan tangannya di lengan kakak untuk merasakan denyut nadinya. Tiba-tiba saja ibu menangis. Ternyata nyawa kakak sudah tidak ada. Aku menangis di pelukan ibu. Aku tak menyangka bahwa suara yang sangat lembut itu dan yang pertama kali aku dengar akan hilang begitu saja. Aku merasa aku seperti sesuatu yang hanya membawa bencana saja.
Setelah proses upacara pemakaman telah selesai, aku memasuki kamar kakak yang sangat bersih dan wangi. Tak seperti kamarku yang berantakan sekali. Aku melihat ada sesuatu yang terbungkus sebuah kotak yang dibungkus seperti kado terletak diatas meja. Aku membaca surat yang berada diluar kotak. Isi surat itu adalah:
Bukalah dan kau akan tahu siapa aku.
Aku membuka perlahan. Ternyata itu hanyalah sebuah rekaman dan gantungan lonceng milik kakak. Aku menyetel rekaman itu di radio milik kakak. Aku merekam kaset itu. Mungkin saja aku bisa memberitahukannya pada ibu. Lalu terdengar sebuah suara yangs angat lembut.
“ hai, kenalkan namaku mytha. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Wajaku sangat mirip dengan adikku yang bernama Mia. Aku jarang sekali berbicara dan bertatap muka dengan keluargaku. Aku seperti itu sejak ayah meninggal. Sebenarnya aku sangat sayang pada adikku, hanya saja aku tak mau kalau dia tahu apa yang aku lakukan. Setiap malam, aku sering sekali keluar rumah dan melihat ke langit. Aku melakukan itu karena disana aku dapat melihat ayah dan suara ayah yang sangat merdu. Ayah memberitahuku bahwa aku akan tinggal disana. Aku tak tahu apa maksud ayah, karena itu aku selalu melihat kesana. Hingga akhirnya kemarin malam aku mendengar suara ayah. Ayah mengatakan bahwa aku akan dapat melihat wajah adikku untuk yang terakhir kalinya, maka dari itu aku membangunkan adikku dan berbicara dengan adikku walau Cuma sebentar. Aku sangat merindukan adikku meskipun kami tak pernah pergi terlalu jauh, tapi rasanya seperti tak pernah bertemu selama lebih dari 13 tahun. Aku juga merasakan seperti masakan ibu adalah masakan yang paling enak yang pernah aku rasakan berbeda dengan masakan ibu sebelumnya. Hingga akhirnya pada malam hari aku memejamkan mata dan aku dapat merasaka bahwa aku terbang setinggi mungkin dengan ayah. Aku hanya dapat berharap semoga aku bisa terus berada disisi adikku yang paling aku sayangi. Maafkan aku karena aku telah membuat kalian sedih.” Tiba-tiba saja mati.
Aku tak mengerti apa maksud perkataan kakak. Bagiku yang terpenting adalah sebenarnya kakak sangat menyayangiku dan aku tak pernah menyadari hal itu, selamat jalan kakak. Aku akan tetap menyayangimu untuk selamanya.

PERI KABUT PAGI


Di muka bumi, setiap pagi hari selalu muncul kabut pagi. Dibalik kabut pagi itu, ada beberapa peri yang bertugas mengeluarkan kabut pagi itu. Para peri itu diberi sebutan dengan peri Kabut Pagi. Suatu hari mereka seperti biasa mengeluarkan kabut mereka. Tapi, pagi itu Ratu peri menyuruh meeka membuat kabut pagi yang tebal. Lalu,mereka mendengar ada 3 orang anak yang sedang berolahraga pada pagi hari. Karena masih terlalu pagi dan kabut yang sangat tebal salah satu diantara mereka tidak melihat adanya batu yang sangat besar.
“Aduh sakit sekali. Apa ini?” Anak pertama itu mengambil batu besar itu dan membuangnya.
“Gara-gara kabut pagi ini yang sangat tebal membuat kita menjadi rugi. Jika setiap pagi kita selalu seperti ini pasti kita akan terluka terus menerus.” Kata anak kedua.
“ Menurut cerita yang aku dengar, yang membuat kabut ini adalah peri Kabut Pagi.” Kata anak ketiga.
                “Oh begitu, kalau aku bisa melihat peri-peri itu, maka akan aku peringatkan kepada mereka agar tidak membuat kabut lagi dan jika mereka saat ini mendengar kata-kataku maka mereka harus menghentikan untuk membuat kabut pagi!” Kata anak pertama denagan nada marah. Ketiga bersaudara itu pun pulang.
                “ Kurang ajar sekali mereka. Kita kan sudah susah payah membuat kabut ini mereka malah menghina. Bagaimana ini ketua? Apakah kita akan menuruti kehendak mereka?” Tanya para peri Kabut Pagi kepada ketua mereka.
“ Jika kita tidak melaksanakan pekerjaan kita, Ratu pasti akan marah. Tapi, Ratu juga sudah pernah bilang kepada para peri agar membuat orang-orang di bumi bahagia. Jadi menurut kalian bagaimana?” Kata ketua dengan bimbang.
                “ Bagaimana kalau kita berpura-pura saja jika kita telah membuat kabut pagi dan jangan sampai ketahuan oleh Ratu.” Kata Peri Putih salah satu dari Peri Kabut.
 “ Tapi, setelah kita membuat kabut dipagi hari, bukankah tugas Peri Pagi untuk menyapa semua makhluk yang ada di bumi. Peri Pagi hanya keluar jika kabut sudah muncul dan mulai ada cahaya yang menerobos kabut, kan?” Kata Peri Nila.
                “ Itu mudah saja. Kita bangunkan peri pagi sesuai jadwal jika dia bangun, kalau dia bertanya mengapa tak ada kabut kita bilang saja bahwa kabutnya sudah lama hilang dan peri pagi agak kesiangan.” Kata peri hitam.
“ Pintar juga kau. Jadi mulai besok kita tak akan membuat kabut, semuanya setuju?” Tanya Ketua Peri Kabut Pagi.
“SETUJU” Kata mereka dengan serempak.
                Sejak saat itu mereka tak pernah membuat kabut pagi lagi. Sebulan telah berlalu. Mereka masih belum melakukan pekerjaan mereka. Lalu mereka dipanggil oleh Ratu peri.
“ Ada apa Ratu peri? Mengapa anda memanggil kami?” Tanya ketua.
“Apa kalian telah mengerjakan tugas kalian?” Tanya Ratu peri dengan lembut.
                “ Sudah Ratu peri. ” Ucap mereka.
“ Mengapa kalian berbohong padaku? Sebenarnya kalian tak pernah melaksanakan tugas kalian dan membohongi peri pagi, kan?” Kata Ratu peri membuat para Peri kabut pagi itu keheranan.
“ Bagaimana anda tahu jika kami tidak pernah melaksanakan tugas kami? Apakah para Peri Malam yang memberi tahu anda?” Tanya para Peri Kabut Pagi.
“ Bukan. Peri Malam tak pernah mengatakan apapun padaku jika masa tugasnya telah berakhir. Aku tahu Itu semua karena sayap kalian terlihat kotor sekali.” Kata Ratu.
Para Peri Kabut Pagi melihat sayap mereka. Sayap mereka memang sangat kotor. Mereka tak tahu mengapa sayap mereka kotor. Selama ini sayap mereka tak pernah sekotor itu.
“ Kalian pasti heran mengapa sayap kalian bisa sekotor itu. Itu karena kalian tak pernah tersentuh oleh embun pagi yang muncul karena kabut pagi. Sama seperti peri hujan. Jika ia tak melaksanakan tugasnya sayapnya pasti akan kotor karena tak pernah terkena air hujan. Apakah kalian tahu sebenarnya apakah fungsi kalian untuk membuat kabut pagi? Kabut pagi membuat udara akan sejuk. Selama ini manusia mempunyai gas yang sangat kotor sekali. Pada pagi hari, itu waktu yang tepat untuk membersihkan udara kotor itu. Karena itu juga waktu yang sangat nyaman untuk para manusia berolahraga karena mereka menghirup udara yang bersih. Jika kalian amati saat ini, bumi sangatlah panas dan banyak sekali kotoran di udara karena kalian tak membuat kabut pagi. Sekarang apakah kalian telah mengerti betapa pentingnya kabut pagi bagi kehidupan manusia? Jika ada yang menghina kalian, jangan hiraukan perkataan mereka. Yang penting kalian tak membuat dunia menjadi rusak. Mulai besok lakukan tugas kalian!” Kata Ratu peri.
“ Baik. Kami akan laksanakan tugas ini sebaik mungkin.” Kata para peri itu dengan semangat.
Kini mereka telah mengerti apa alasannya mereka membuat kabut pagi. Mereka akan berusaha agar membuat kabut yang berguna bagi masyarakat jika saja pohon di dunia ini masih banyak. Sebaiknya kalian melakukan reboisasi agar  kabut bisa terlihat dengan jelas. Mungkin saja jika kalian melihat kabut pagi kalian bisa melihat para peri kabut pagi itu dan juga peri pagi yang selalu membantu mereka dan mendatangi mereka yang peduli akan lingkungannya.

Kamis, 27 Oktober 2011

PENYESALANKU

“ Hai, Daniel!” Teriak seseorang dari kejauhan. Aku hanya diam saja. Lalu dia menghampiriku.
“ Kau sudah kerjakan PR Matematika?” Tanya orang yang tadi berteriak padaku.
“ Sudah. Kenapa? Mau menyonteknya lagi?” Tanyaku dengan menatapnya sinis.
“ Tidak. Aku tahu kalau kau pasti akan marah kalau aku menyontek lagi. Jadi, hari ini aku mengerjakan sendiri.” Jawabnya.
“ Pamer?” Jawabku.
“ Ya, begitulah. Semoga saja tidak ada yang salah.” Kata orang itu.
Kami berjalan menuju ruang kelas yang berada di lantai dua. Orang yang saat ini disebelahku adalah teman sebangkuku. Dia seorang gadis yang cerewet, bodoh, dan pemalas. Oleh sebab itu aku membenci wanita karena rata-rata sifatnya seperti itu. Itulah yang menyebabkanku hingga detik ini masih jomblo. Gadis cerewet ini bernama Emerald. Sama seperti warna matanya yang hijau Emerald.
Sesampainya di kelas aku hanya duduk sambil membaca komik kesukaanku. Sementara Emerald sudah pergi entah kemana. Dia memang susah disuruh duduk tenang. Kadang aku sering marah karena dia tak bisa diam sejenak.
“ HOOOIIII.” Teriak Emerald tepat di telinga kiriku hingga telingaku berdenyut dan terasa sakit.
“ Eme! Sakit. Kalau aku sampai tuli bagaimana?” Kataku. Aku sebenarnya ingin marah. Tetapi, suara yang keluar tetap saja suara datar.
“ Maaf. Sedari tadi aku memanggilmu, tetapi kau hanya membaca komikmu saja. Kalau baca komik jangan terlalu serius.” Kata Eme.
“ Sejak kapan kau memanggilku?” Tanyaku.
“ Dari tadi. Memang telingamu itu sudah tuli sebelum aku berteriak di telingamu!” Kata Eme.
“ Ada apa memanggilku?” Tanyaku.
“ Ada yang memberikan ini padamu.” Eme menyodorkan 4 kotak yang terbungkus dengan kertas kado.
“ Hari ini bukan ulang tahunku. Siapa yang memberikannya?” Tanyaku dengan heran sambil menerima benda-benda itu.
“ Siapa lagi kalau bukan para fansmu Dan.” Kata Eme sambil menyebut namaku dengan dibuat-buat.
Aku segera membuka 4 kotak yang ukurannya sedang. Ada yang memberiku coklat, komik, liontin yang berbentuk hati, dan jam tangan yang ada ukiran namaku dan sang pemberi hadiah itu. Lagi-lagi aku mendapatkan barang-barang yang tidak penting. Tapi, kalau komik sepertinya tak masalah.
Setelah aku menyimpan barang-barang itu di tas, aku melirik ke arah Eme. Aku kaget karena ekspresinya terlihat sedang marah. Aku teringat kata-kata ibuku, bahwa coklat dapat menenangkan perasaan. Aku kembali mengambil coklat pemberian fansku tadi dan menyodorkannya pada Eme.
“ Apa ini?” Tanya Eme. Dia terlihat kebingungan saat aku menyodorkan coklat itu.
“ Makan saja. Mubazir kalau tidak ada yang memakannya. Kata ibuku, coklat juga dapat menenangkan perasaan.” Jawabku. Lalu aku kembali membaca komikku.
Bel pun berbunyi tepat saat Eme baru memakan satu gigitan coklat itu. Dan pada saat itu juga guru masuk. Eme menyimpan coklatnya sambil menggerutu. Aku hanya tersenyum saat dia bertingkah seperti itu.
Selama pelajaran ini, Eme hanya diam dan memperhatikan guru. Biasanya, dia tak akan mendengarkan saat guru sedang menerangkan. Mungkin dia begini karena kemarin aku benar-benar marah pada Eme. Tapi, bukankah Eme biasanya juga tak mendengarkan perkataanku? Aku jadi bingung sendiri.
“ Daniel! Jangan melamun!” Teriak guruku. Aku kaget dan baru sadar bahwa dari tadi aku melamun saja. Aku menjadi malu sendiri. Eme melihatku lalu tertawa cekikikan. Wajahku memerah karena malu.
***
                Bel pulang telah berbunyi. Aku segera keluar karena aku benar-benar malu. Berkali-kali aku ditegur karena melamun. Benar-benar memalukan. Dan yang paling membuatku malu, Aku melamun saat melihat wajah Eme, dan tiba-tiba wajahku merona saat melihat Eme. Benar-benar memalukan. Ada apa aku ini? Hari ini benar-benar aneh.
***
                Hari ini, aku duduk sendirian. Eme tiba-tiba saja sakit. Aku berpikir mungkin akan sangat bahagia jika Eme tidak ada. Tapi, entah mengapa seperti ada yang kurang. Seperti aku kehilangan sesuatu. Akhir-akhir ini aku sering memikirkan Eme. Apakah aku menyukai Eme? Semoga saja tidak. Lebih baik, aku menanyakan hal ini kepada yang ahli. Yaitu Fadhil. Dia selalu ahli dalam urusan hati. Aku segera menghampiri Fadhil yang sedang menghabiskan makanannya sebelum bel usai istirahat berbunyi.
                “ Dhil, aku boleh curhat?” Tanyaku.
                “ Curhat? Tumben kau curhat padaku. Ada apa? Silakan saja.” Kata Fadhil sambil terus makan.
                “ Sepertinya aku menyukai seorang gadis.” Kataku, memulai curhatku.
                “ Uhuk… uhuk.” Tiba-tiba Fadhil terbatuk-batuk.
                “ Ada apa? Kau baik-baik saja?” Tanyaku. Fadhil segera meminum sirupnya dan menarik napas dalam-dalam.
                “ Apa aku tak salah mendengar? Kau menyukai seorang gadis? Yang kutahu kau selama ini tak suka dengan wanita kan?” Tanyanya.
                “ Itu yang kupermasalahkan. Aku tak tahu aku benar-benar menyukainya atau tidak. Tapi, aku berharap bahwa aku tak menyukai gadis ini.” Jawabku.
                “ Memang kenapa?” Tanyanya.
                “ Gadis ini benar-benar gadis yang menyebalkan. Tapi, saat dia tak ada, aku merasa kehilangan. Akhir-akhir ini aku selalu terbayang-bayang dia. Entah kenapa aku selalu memikirkannya. Apakah aku sedang gila?” Curhatku.
                “ Hahahaha. Kau benar-benar menyukai gadis itu. Mengapa kau tak mengungkapkannya pada gadis itu?” Tanya Fadhil.
                “ Kau gila! Aku baru saja menyukainya dan tiba-tiba mengatakannya. Aku tak mau. Aku akan meyakinkan hatiku dulu kalau dia memang benar-benar kusuka. Bahkan, kalau dia benar-benar kucintai.” Jawabku.
                “ Benar juga katamu. Tapi, sebaiknya kau segera mengatakannya. Dari pada nanti dia diambil orang lain.” Kata Fadhil.
                “ Jadi, menurutmu aku sedang jatuh cinta?” Tanyaku.
                “ Ya. Dan kau menyukai gadis itu.” Kata Fadhil.
                Aku segera meninggalkan Fadhil dan kembali ke bangkuku. Aku memikirkan kata-kata Fadhil. Kata-katanya memang tak ada yang salah. Ah, untuk apa aku harus mengatakannya pada Eme. Selama ini di mata Eme aku cuek dan tak pernah jatuh cinta, masa’ aku luluh pada dia. Bisa-bisa dia hanya menertawakanku.
                Sepertinya aku tak perlu mengatakannya pada Eme. Lebih baik kupendam saja dulu. Atau aku tunggu saja jika benar-benar ada kesempatan. Entah kapan kesempatan itu akan datang. Aku harus meyakinkan diriku bahwa Eme memang layak dihatiku.
***
                Setelah 3 hari Eme tak masuk, dia akhirnya masuk. Dia tetap ceria meskipun jika kulihat wajahnya pucat. Aku benar-benar merindukan Eme. Rasanya ingin kupeluk Eme saat dia duduk disampingku dengan celotehan panjang lebarnya yang tak karuan.
                Saat aku sedang membereskan barang-barangku untuk persiapan pulang. Eme memegang tanganku. Rasanya jantung ini hampir lepas saat dia memegangnya. Tapi, tangannya begitu dingin. Sepertinya dia masih sakit.
                “ Daniel, nanti kau main kerumahku ya.” Kata Eme.
                “ Untuk apa?” Tanyaku.
                “ Aku ingin mengenalkanmu pada keluargaku.” Jawabnya. Aku terdiam sesaat.
                “ Kumohon. Kau tak pernah kerumahku.” Kata Eme dengan wajah memelas. Aku baru teringat bahwa Eme pernah main kerumahku. Tapi, aku tak pernah kerumahnya.
                “ Baiklah.” Jawabku. Emeral tersenyum. Tapi, aku lihat mata Emeraldnya berkaca-kaca.
                Setelah kami keluar kelas, kami segera mengambil kendaraan dan menuju rumah Eme. Rumah Eme agak jauh dari sekolah. dia tinggal di kompleks perumahan besar. Rupanya, dia anak orang kaya. Rumahnya benar-benar besar dan indah.
                Saat masuk kedalam rumahnya, ternyata di ruang tamu sudah ada keluarga Eme. Aku benar-benar jadi malu. Semoga saja mereka tak melihat bahwa wajahku sudah merona.
                “ Ayah, ibu, kak Lita, Kak Luki, perkenalkan, dia Daniel. Orang yang kuceritakan pada kalian.” Kata Emerald memperkenalkanku pada mereka.
                “ Perkenalkan, saya Daniel.” Kataku sambil membungkuk. Entah kenapa aku jadi salah tingkah.
                “ Oh, ini yang namanya Daniel. Silakan duduk nak.” Kata ibu Eme.
                “ Terima kasih.” Aku duduk disamping Eme.
                “ Emerald sering sekali bercerita tentangmu. Rupanya kau laki-laki yang tampan ya.” Kata ibu Eme.
                “ Terima kasih Tante. Baru kali ini saya di puji.” Kataku.
                “ Bohong. Di sekolah kau sering dipuji gadis-gadis lain.” Kata Eme.
                “ Maksudku baru kali ini di puji ibumu.” Jawabku berusahak mengelak. Mereka hanya cekikikan.
                “ Ya sudahlah, kami tinggal dulu ya nak. Kami masih banyak urusan.” Kata Ayah Eme.
                “ Iya Om. Maaf mengganggu.” Jawabku. Mereka tersenyum padaku.
                Sesaat, suasana begitu hening. Aku dan Eme hanya saling diam dan duduk terpaku. Aku tak menyangka Eme menceritakan tentangku pada keluarganya. Mau ditaruh dimana mukaku ini? Aku benar-benar seperti tak karuan.
                “ Daniel, ada yang mau kukatakan padamu.” Kata Eme.
                “ Eh, apa yang mau kau katakana?” Aku tersadar dari lamunanku.
                “ Aku mencintaimu.” Kata Eme.
                Rasanya jantungku berhenti berdetak, nafasku serasa berhenti dan tubuhku kaku saat dia mengatakan hal itu. Aku juuga ingin mengatakan bahwa aku mencintainya. Tapi, sepertinya ini bukan waktunya aku mengatakan itu. Nanti saja aku katakana itu.
                “ Mengapa kau bilang seperti itu? Kau tak malu atau tak salah bicara?” Tanyaku.
                “ Tidak. Itu benar. Aku mencintaimu. Menurutku, lebih baik mengatakannya terlebih dulu, meskipun mungkin dia tak mencintaimu. Tapi, itu lebih baik daripada di pendam, dan akhirnya kau kehilangan kesempatan untuk mengatakannya.” Kata Eme. Aku teringat kata-kata Fadhil.
                “ Oh, begitu. Tapi, maaf. Aku hanya menganggapmu sebagai sahabatku.” Jawabku bohong.
                “ Sudah kuduga. Tapi, aku akan tetap mencintaimu dan tetap menjadi sahabat terbaikmu.” Jawab Eme. Lalu, dia tersenyum.
                Lalu, beberapa saat kami saling diam lagi. Lebih baik aku pendam saja. Kapan-kapan saja aku katakana bahwa aku mencintainya. Eme menawarkan minum padaku, tapi aku menolaknya. Kami hanya mengobrol saja hingga akhirnya sudah waktunya aku pulang.
***
                Setelah kejadian itu, hubungan kami tak ada perubahan apapun. Seperti hari itu tak pernah terjadi. Aku juga lega karena tak ada yang menyadari bahwa kita saling suka. Lebih tepatnya dia juga tak mengetahui bahwa aku menyukainya. Tapi, hari ini aku mendapat kabar yang mengejutkan dari kakak Eme. Eme dalam keadaan sakit dan dibawa ke rumah sakit untuk opname. Dan Eme sempat mengigau menyebut namaku. Aku segera menjenguk Eme.
                Saat aku sampai disana, rupanya Eme sudah dalam keadaan koma. Kakak Eme menceritakan bahwa selama ini Eme memang sakit kanker. Tapi, dia berjuang melawannya. Dulu, dokter pernah mengatakan bahwa hidup Eme hanya sekitar 3 tahun. Tapi, dia berhasil melewati perkiraan dokter. Tapi, saat ini keadaan Eme sedang koma.
                Malam itu, aku menemani Eme sendirian. Aku terus berharap Eme membuka matanya dan kembali ceria, lalu aku akan mengatakan perasaanku. Aku terus menunggunya. Hingga tepat pukul 5 pagi, detak jantung Eme berhenti. Aku segera berteriak memanggil dokter.
                Semua berusaha menyelamatkan Eme, tapi gagal. Eme sudah meninggal. Aku menggenggam tangan Eme sambil menangis. Ku berbisik ditelinganya “aku mencintaimu. Maaf aku terlambat mengatakannya karena rasa gengsiku. Maaf kan aku. Aku benar-benar mencintaimu.”
                Aku benar-benar menyesal karena tak mengatakannya. Sekarang, aku sudah kehilangan cinta pertamaku. Selamat jalan Emerald, kau akan selalu kukenang hingga akhir waktu.